Stop Operasi PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sipirok Tapanuli Selatan

Geraimedia.com-Tapanuli Selatan. Kehadiran PT. Toba Pulp Lestari (TPL)  sungguh telah meresahkan masyarakat adat selain menyerobot tanah-tanah masyarakat juga dianggap tidak memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di Tapsel memberikan solusi kolaboratif yang berpihak kepada kepentingan masyarakat adat setempat.

Demikian disampaikan, Dr. Suherai Harahap, M. Si, Dosen UIN Sumut Medan, pengamat sosial putra Tapsel dan juga Ketua Lembaga Adat Tabagsel kepada geraimedia.com, Selasa (25/6/2024). “Saya mengajak untuk mengumpulkan alas hak, memverifikasi, analisa secara yuridis dan ambil kesimpulan yuridis. Dari sini kita lakukan langkah-langkah hukum bagaimana tanah-tanah dikasih mengaku raja-raja adat desa, apa isi kontraknya selama ini,”katanya.

Dia juga mempertanyakan legalitas surat dasar hukum apa itu MoU dengan PT. TPL dan dokumen lainnya.” Bagaimana legalitas adat suratnya apa MoU dgn PT  TPL..dll dokumen. Itulah perlunya Lembaga Adat Tapsel sampai ke desa, mengedukasi raja-raja adat dan aparatur pemerintahan desa,”cetusnya.

Adanya lembaga adat dapat memperkuat posisi ulayat.  Karena tanah apakah ulayat semakin kuat, tanah ulayat misalnya punya sejarah, dan perlu sikap bersama oleh masyarakat adat cara pemanfaatannya bisa dikelola lewat kerjasama tapi tidak merugikan sepihak.

Kedepan masyarakat adat bisa membentuk koperasi, ada UMKM. Tanah-tanah kita yang luas selain potensi kayu masih banyak bisa diproduksi yang berdampak ekonomi. Lahan-lahan kosong bisa ditanam masyarakat adat sehingga Sipirok misalnya bisa menjadi kota kopi. Pusat perdagangan kopi.

“Saya juga meminta Bupati dan DPRD Tapsel memberikan penguatan pada tanah-tanah adat di Tapsel, jika kontrak yang ada tidak kuat minta dibatalkan dan ditinjau ulang. Kedepan semua tanah-tanah adat semakin memiliki legalitas dan pengakuan pemerintah daerah termasuk kepala desa tidak lalai memberi dukungan pada penguatan masyarakat adat,”katanya.

Menurutnya  jangan karena kepentingan sesaat kita korbankan anak cucu kita agar masyarakat menerima manfaat dari PT. TPL maka peran serta pemangku kepentingan / stakeholder harus aktif dalam menjembatani aspirasi masyarakat.  “Selama ini Pemkab Tapsel hanya menerima PBB saja dari PT. TPL dan alokasi CSR nya pun tidak seberapa. Jadi harus ada kejelasan berapa vesarnya CSR yang dialokasikan ke Tapsel harus sebanding luas areal HTI di wilayah Tapsel, selama ini CSR perusahaan ke Tapsel hanya sedikit dan itupun tidak jelas,”cetusnya.

Dia juga berharap adanya peran serta masyarakat dalam menyelesaiakan sengketa lahan antara masyarakat dengan PT TPL. Keberadaan tokoh adat dalam penhelsaian sengketa ulayat dan tanah adat terkesan diabaikan. Padahal menurutnya pendapat  tokoh adat ini penting untuk menghasilan penyelesaian sengketa yang arip dan bijaksana.

“Kenapa tidak mengundang tokoh-tokoh adat Sipirok, Tapsel, apa lembaga yang menaungi masyarakat adat. Upaya mediasi yang dilakukan Pemkab Tapsel dianggap kurang maksimal mencari solusi. Harajaon di huta harus dihargai,”tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *