geraimedia.com-La Paz . Dalam waktu beberapa jam, negara berpenduduk 12 juta jiwa menyaksikan upaya kudeta oleh Jenderal Juan Jose Zuniga yang menyerang istana negara Bolivia. Aksi ini dipicu oleh ketegangan politik antara Presiden Luis Acre dan mantan presiden Evo Morales, dengan klaim untuk memulihkan stabilitas dalam konteks ketidakstabilan politik dan ekonomi yang meningkat.
Jenderal Zuniga, diduga dengan dukungan bekas wakil panglima angkatan laut Juan Arnez Salvador, menduduki istana negara menolak turun dari jabatan panglima militer.Kudeta hanya bertahan tiga jam sebelum panglima militer baru mengarahkan pasukannya untuk mundur dari ibu kota.
Pendukung pemerintah merespons dengan merayakan supremasi sipil, mengibarkan bendera negara, dan menyanyikan lagu-lagu nasional. Jenderal Zuniga dan Juan Arnez Salvador ditangkap atas perintah kejaksaan dengan ancaman hukuman 15-20 tahun penjara karena dituduh merencanakan dan melaksanakan kudeta.
Kudeta mendapat kecaman keras dari komunitas internasional, dengan Rusia menegaskan dukungannya terhadap pemerintahan sah Bolivia.
Ketidakstabilan politik di Bolivia diperparah oleh perselisihan antara Presiden Acre dan Evo Morales, yang mempengaruhi keputusan kebijakan dan ekonomi negara.bKudeta ini menimbulkan pertanyaan tentang stabilitas politik di Bolivia dan peran negara asing dalam proses politik di Amerika Latin, dengan fokus khusus pada peran Rusia dalam hubungan ekonomi dan politik dengan Bolivia.
Meskipun kudeta ini gagal, kejadian ini menggarisbawahi ketegangan politik dan ekonomi yang lebih luas di Bolivia, sementara komunitas internasional terus mengawasi perkembangan di negara tersebut.
Upaya kudeta di Bolivia mengundang kecaman internasional, terutama Rusia yang belakangan menjadi sekutu dekat pemerintahan di Sucre. Kementerian Luar Negeri di Moskow, Kamis (27/6/2024) seperti dilansir kantor berita AFP mengecam keras upaya militer dan menawarkan dukungan penuh bagi pemerintahan Presiden Luis Arce.