Semangat Nasionalisme dan Patriotisme dalam Pengibaran Bendera HUT ke-79 RI

ARTIKEL: Parulian Nasution

Tingginya dinamika, dialektika, dan romantika yang menghiasi media sosial pasca pengibaran bendera pada Upacara HUT ke-79 Kemerdekaan RI, yang tahun ini dilaksanakan di IKN Kalimantan Timur, mendorong pikiran, jiwa, hati, dan perasaan saya untuk memberikan pandangan sederhana mengenai makna mendalam di balik pengibaran bendera tersebut.

Makna yang terkandung pada Bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam upacara ini adalah untuk menanamkan jiwa dan semangat nasionalisme, yaitu ‘cinta tanah air’, serta jiwa dan semangat patriotisme, yaitu ‘rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara’. Selain itu, bendera ini juga melambangkan “persatuan dan kesatuan”.

Bendera Merah Putih ditemukan dalam Pasal 35 UUD 1945 tentang Bendera Negara dan kemudian dijabarkan dalam UU 24 Tahun 2009. Oleh karena itu, upacara pengibaran Bendera Merah Putih harus dilaksanakan dengan hikmat, aman, dan tertib. Upacara ini harus jauh dari hal yang janggal, bahkan berbicara saat bendera naik dilarang.

Paskibraka, baik di pusat maupun di daerah, adalah ‘anak-anak pilihan yang telah melalui seleksi ketat dan memiliki talenta’. Persiapan mereka harus dilakukan secara terprogram, dilaksanakan dengan kontrol ketat, dan dilaporkan dengan baik. Kejanggalan atau kesalahan harus dihindari.

Bendera Merah Putih amat sakral karena sudah dikenal jauh sebelum kemerdekaan di berbagai kerajaan di Indonesia. Baru pada 17 Agustus 1945, bendera ini ditetapkan sebagai Bendera Negara. Bendera aslinya, yang dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno, kini disimpan di Monumen Nasional dan tidak dapat lagi dikibarkan. Oleh karena itu, bendera yang dikibarkan di pusat adalah duplikat dari yang asli. Upacara pengibaran Bendera Merah Putih pada HUT Kemerdekaan RI melibatkan marwah, harga diri bangsa, kehormatan bangsa, harkat, dan martabat bangsa yang harus dipatuhi di seluruh penjuru Indonesia.

Harapan kita ke depan adalah agar kita melaksanakan upacara pengibaran bendera dengan penuh kehati-hatian dan tanggung jawab, serta merespons berbagai peristiwa yang terjadi dengan semangat kompak, simpati, nasionalisme, patriotisme, idealisme, persatuan, dan kesatuan. NKRI Harga Mati. Merdeka. Berkibarlah benderaku. Kita setuju bahwa kejujuran dalam mengelola negara jauh lebih penting daripada segalanya. Apalagi dengan estafet kepemimpinan nasional yang akan terjadi, harapan kita adalah agar Indonesia menjadi negara maju dan modern dengan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta pemerataan pembangunan di segala bidang, termasuk ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan ketahanan.

Menetapkan gambar Burung Garuda sebagai lambang negara yang bermakna kejayaan dan keemasan, bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, dan Bendera Merah Putih sebagai bendera negara, adalah hal yang wajib dipatuhi oleh setiap warga negara. Penghormatan terhadap bendera bukanlah kultus, tetapi bentuk penghayatan dan pengamalan dalam konteks bernegara. Upacara ini merupakan alat untuk menanamkan semangat dan idealisme bernegara, berdasar pada sejarah perjuangan bangsa, termasuk peristiwa di Hotel Yamato di Surabaya saat pengibaran Bendera Merah Putih Biru dan peristiwa 19 September 1945 saat gagalnya perundingan Soedirman dengan Belanda.

Kalimat pengkultusan tidak ditemukan dalam sejarah perjuangan bangsa dan tidak ada dalam filsafat Pancasila. Jadi, upacara ini adalah sarana untuk mengenang perjuangan para pahlawan kita yang rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Kalimat pengkultusan terkesan dogmatis; ini adalah kebenaran rasional dalam ideologi bernegara. Kita tidak harus sama dengan negara lain, sesuai dengan kedaulatan bernegara yang menganut politik bebas dan aktif. Ini adalah pengenangan sejarah kelabu 350 tahun dalam belenggu penjajah.

Maka, kita harus menghargai “Jas Merah”—jangan sekali-sekali melupakan sejarah, tetapi menghargai sejarah karena sejarah itu tiga dimensi: kemarin sebagai pengalaman, hari ini sebagai kenyataan, dan masa depan sebagai harapan. Semoga penghayatan kita terhadap makna pengibaran bendera dilakukan dengan hikmat dan penuh tanggung jawab, menjauhkan dari polemik yang menghiasi berbagai komentar di media sosial. Di darat kita bersatu, di udara kita jaya, dan di laut kita damai. Semoga Nusantara Baru Indonesia Maju semakin membahana di jagat bathin seluruh rakyat Indonesia dalam semangat persaudaraan yang tinggi sebangsa dan setanah air. Dan era kepemimpinan baru.

=====

(Penulis adalah Eksekutif Peradaban)

=====

geraimedia.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya, pendidikan dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, merupakan pendapat pribadi/tunggal) penulis, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto penulis (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 1.500-2.000 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]

Editor

Ikhwan Nasution

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *