ARTIKEL: H M Asroi Saputra
Secara bersamaan di seluruh wilayah di Indonesia akan digelar pilkada serentak yaitu kegiatan pemilihan kepala daerah. Pilkada serentak di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Menurut undang-undang ini, pilkada serentak dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Pada tahun 2024, misalnya, pilkada serentak dijadwalkan untuk dilaksanakan kembali. Jadwal pasti pelaksanaan pilkada serentak biasanya ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah mempertimbangkan berbagai faktor termasuk kesiapan logistik, sosial politik, dan faktor-faktor teknis lainnya.
Saat ini, untuk informasi lebih lanjut tentang jadwal pilkada serentak berikutnya, akan lebih baik untuk mengikuti perkembangan dari pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh KPU Indonesia atau lembaga terkait lainnya, karena jadwal ini dapat bervariasi tergantung pada kondisi dan kebijakan saat itu.
Pilkada, atau pemilihan kepala daerah, sering kali menjadi ajang yang mempertegas perbedaan pendapat di masyarakat. Sayangnya, dalam beberapa kasus, polarisasi politik yang meningkat bisa mengancam persaudaraan dan persatuan di antara warga.
Salah satu dampak negatif dari pilkada yang keras adalah potensi terjadinya konflik antar golongan atau antarsuku, terutama di daerah yang memiliki sejarah konflik etnis atau agama. Saat kompetisi politik memanas, pihak-pihak yang berkompetisi sering kali menggunakan isu-isu sensitif yang bisa memperburuk hubungan antar warga.
Lebih lanjut, kampanye yang penuh dengan retorika negatif atau menyudutkan lawan politik juga dapat memperkeruh suasana sosial di masyarakat. Ini bisa menyebabkan perpecahan dan pengkotakan di antara kelompok-kelompok yang sebelumnya hidup berdampingan secara damai. Jadi, meskipun pilkada adalah bagian penting dari proses demokrasi lokal, kita harus selalu berhati-hati agar kompetisi politik tidak merusak persaudaraan dan persatuan yang telah terbangun di masyarakat.
Merawat persaudaraan melalui kontestasi pilkada adalah tantangan yang penting, mengingat konteks yang sering kali memunculkan gesekan dan polarisasi di masyarakat. Promosi Persatuan dan Toleransi tentunya harus terus digelorakan, oleh semua pihak, selama kampanye, calon-calon beserta tim pemenangannya dapat secara aktif mempromosikan nilainilai persatuan, toleransi, dan keberagaman. Ini dapat dilakukan melalui diskusi publik, acara keagamaan atau budaya bersama, dan kegiatan sosial yang mengedepankan solidaritas.
Tidak hanya promosi persatuan dan toleransi, Edukasi Politik yang Mencerahkan juga bisa dilakukan. Masyarakat perlu diberikan edukasi politik yang baik agar dapat memahami proses pemilihan dan memilih berdasarkan pengetahuan yang lebih baik, bukan hanya berdasarkan emosi atau identitas tertentu.
Jika kedua hal di atas bisa kita lakukan, maka tidak mustahil Kampanye Bermartabat bisa kita wujudkan, bahwa Calon dan tim kampanye harus memastikan bahwa pesan-pesan yang disampaikan tidak menghasut perpecahan atau memanfaatkan isu-isu sensitif yang dapat memecah belah masyarakat. Fokuslah pada gagasan dan program yang dapat mempersatukan. Dengan demikian Debat dan Dialog Terbuka dapat kita lakukan, tentunya dengan Menggunakan platform debat dan forum dialog sebagai sarana untuk memperjelas visi dan rencana kerja calon, serta untuk mempromosikan pemahaman yang lebih dalam antar warga tentang pentingnya menjaga persatuan dalam perbedaan.
Lalu, dimana peran pengawasan, Pengawasan dan Transparansi tentu tidak kalah penting, karena tindakan pengawasan ini dapat memastikan bahwa seluruh tahapan pilkada berlangsung secara transparan dan adil dan hal ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Lembaga pemantau independen dan media massa memiliki peran penting dalam memastikan hal ini tercapai. Persoalannya kemudian adalah awak media tidak jarang menjadi timses dari paslon, tentunya kualitas beritanya pun tak jarang dipertanyakan independensinya.
Jika ternyata konflik pilkada sesuatu yang tidak dapat dihindari maka dibutuhkan Penanganan Konflik dengan Bijak yaitu, Jika terjadi ketegangan atau konflik selama kampanye atau setelahnya, pihak terkait harus siap untuk menangani dengan bijak dan adil. Membangun mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif dapat mencegah eskalasi konflik yang lebih besar. Tentunya Kerjasama antar Pihak juga sangat dibutuhkan. Kolaborasi yang baik antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, dan komunitas adat dalam mempromosikan persaudaraan dan perdamaian dapat menguatkan upaya merawat persatuan selama kontestasi pilkada.
Dengan demikian diharapkan pilkada tidak hanya menjadi ajang kompetisi politik, tetapi juga momentum untuk memperkuat persaudaraan dan kebersamaan di tengah-tengah perbedaan yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk menghindari ancaman terhadap persaudaraan akibat pilkada, penting bagi semua pihak untuk mengutamakan dialog yang sehat, menghormati perbedaan pendapat, dan menjaga toleransi antar warga. Pemerintah dan tokoh masyarakat juga memiliki peran penting dalam mempromosikan pemahaman bersama dan menekankan pentingnya persatuan dalam keragaman.
=====
(Penulis adalah Kepala Kantor Urusan Agama Padangsidimpuan Utara, yang sedang mengikuti kuliah program doktor di UIN SU)
=====
geraimedia.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya, pendidikan dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, merupakan pendapat pribadi/tunggal) penulis, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto penulis (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]
Editor:
Ikhwan Nasution