GeraiMedia.Com- Padangsidimpuan. H. Tris Widodo, SH, MH, Advokat-Mediator dari Law Office dan Associates, sangat menyayangkan aksi demo yang terjadi di rumah dinas Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan, Dolly Pasaribu beberapa waktu lalu. Menurutnya, aksi tersebut tidak hanya tidak bermoral tetapi juga menjijikkan, karena rumah dinas merupakan ruang privasi.
“Rumah dinas Bupati adalah fasilitas yang diberikan oleh negara kepada pejabat publik, dalam hal ini Kepala Daerah, dan masih merupakan aset pemerintah daerah yang sah. Demo di depan rumah dinas berarti melanggar hak asasi, merupakan cara yang tidak mendidik dan edukatif, serta menghalalkan segala cara,” katanya dalam siaran pers kepada media pada Jumat (16/8/2024).
Tris Widodo menjelaskan bahwa aksi demo itu tidak hanya melukai perasaan orang yang didemo tetapi lebih dari itu. Di dalam rumah dinas tersebut ada putri balita yang bahkan belum genap sebulan bersekolah PAUD/TK, serta seorang wanita renta yang tidak tahu menahu tentang politik pemerintahan dan fokus menghabiskan masa senjanya dengan ibadah kepada Sang Pencipta.
“Praktik menjijikan ini pada dasarnya hanya dijalankan oleh orang-orang serakah yang telah kehilangan kasih sayang terhadap sesama manusia,” tegasnya.
Pernyataan dari para kuasa hukum Bupati Dolly Pasaribu ini berkaitan dengan aksi demo di depan kantor Bupati Tapanuli Selatan beberapa hari lalu, di mana para pendemo memajangkan spanduk bertuliskan narasi yang mencederai privasi pejabat tersebut. “Narasi ‘Ucok Gombung’ dalam spanduk demo Bupati Tapsel, Dolly Pasaribu, jelas mengarah pada penyerangan fisik terhadap yang bersangkutan. Cara demonstrasi seperti ini tentu menyalahi norma dan tidak mendidik. Penyerangan fisik ini melanggar Hak Asasi Manusia,” ujarnya.
Bagi para pecinta demokrasi, penyerangan fisik seperti itu sangat memuakkan, terutama karena demo dilakukan di rumah dinas yang menyerang ruang privasi. “Sebagian anggota keluarga tidak tahu menahu soal politik dan pemerintahan.”
Hal senada juga disampaikan Abdul Azis Abidan, SH, MH, Kepala Laboratorium Klinis Hukum Fakultas Hukum UMTS. Menurutnya, bagi pecinta demokrasi, penyerangan fisik merupakan hal yang memuakkan, terlebih jika dilakukan di rumah dinas yang merupakan ruang privasi. “Menyerang reputasi salah satu kandidat dengan cara menduga-duga dalam ruang lingkup politik adalah tindakan yang busuk dan tidak bermartabat. Menuduh secara langsung, meskipun dengan dalih dugaan, adalah perbuatan tidak gentleman dalam kontestasi politik.”
Abdul Azis Abidan menekankan bahwa para kontestan politik seharusnya bersikap bermoral dan menggunakan cara-cara elegan untuk merebut simpati masyarakat, bukan dengan menyerang secara personal, apalagi sampai mengusik keluarga kecil seseorang. “Menuduh dengan niat jahat terhadap orang lain, dengan dalih dugaan, malah bisa meraih kebencian masyarakat. Lagi pula, itu bukan untuk semua orang, dan harus diutarakan dengan benar baik secara lisan maupun tulisan dalam ruang lingkup publik,” katanya.
Menurutnya, apa yang terjadi hanya pantas disampaikan oleh mereka yang dekat dengan kompetensinya atau yang benar-benar kompeten dalam hal tersebut. “Jika tidak dekat dengan kompetensinya, bisa mengarah pada pencemaran nama baik dan fitnah. Apakah kita mau semua orang bilang ‘saya diduga korupsi’? Apalagi ini bertujuan untuk membunuh karakter, terutama bagi para kontestan politik,” tutupnya.